Dulu, aku senang untuk bermimpi, berandai, membayangkan bagaimana masa depanku nanti. Merencanakan masa depanku bersama siapa, dimana hingga bagaimana menjalaninya. Tak pernah sekalipun terlintas dibenakku (membayangkannya pun takut) tentang rencana-takdir-kehendak Tuhan lainnya, mungkin pernah-sekali tapi tak pernah sekalipun terbayang bagaimana.
Kamis, 8 Desember 2016 pukul dua dini hari, Tuhan memukulku dengan kuasanya. Malaikatku Ia panggil, sebelum aku sempat membahagiakannya, sebelum aku sempat bercerita tentang mimpiku, sebelum aku membuatnya tersenyum, sebelum aku sempat mewujudkan mimpinya, bahkan sebelum aku meminta maaf padanya. Masih sangat jelas sampai malam ini, bagaimana kelamnya malam itu, bagaimana kacaunya, mimpiku hancur. Pahlawanku pun menangis, ia hancur, saat malaikatku pergi. Ia menyembunyikannya, tapi aku tau bagaimana hancurnya dia malam itu. Cintanya pergi, pergi untuk selamanya. Memaksa tegar untuk malaikat kami, hancur memang, tapi aku yakin Ayah lebih hancur, lebih sakit, tapi ia memendam untuk dirinya sendiri agar kami tetap kuat.
Empat puluh hari penuh, ia setia berkunjung menemui malaikat kami setiap hari - sungguh aku menginginkan pria seperti Ayahku. Hari - hari selanjutnya (hingga kini) terasa berat, Ayah bukan lagi seorang Ayah sejak hari itu ia berubah menjadi seorang ayah & ibu untuk kami (sungguh aku menyayanginya). Hari terus berganti, pahlawanku menyimpan deritanya sendiri tanpa ia bagi hingga tanpa kusadari pahlawanku mulai kehilangan kekuatannya. Sejak saat itu, setiap hari aku mulai ketakutan bagaimana jika pahlawanku meninggalkanku juga? Aku tak berani membayangkan begaimana akan hancurnya kami, aku dan adik - adik kecilku.
Aku lupa, Tuhan selalu memiliki cara-Nya sendiri. Ayah mulai mengenalkan kami kepada seorang malaikat lainnya. Aku marah, pahlawanku menkhianati janjinya padaku dan malaikat kami. Tapi, sekali lagi, Tuhan memiliki cara-Nya sendiri, Ayah tetap menikahinya & hingga saat ini aku sangat amat bersyukur ayahku tetap mengikuti kata hatinya dan adikku.
Sabtu, 20 Januari 2018 - Ayah membawa seorang malaikat kembali, kekeluarga kecil kami. Hari kami mulai kembali bersemi (aku mencintai kedua malaikatku, aku sangat bersyukur). Tapi, Tuhan selalu memiliki caranya sendiri. Belum satu bulan sejak Ayah menikahi Bundaku, badai kembali datang. Kekuatannya mulai hilang, ya pahlawanku mulai melemah. Malaikatku merawatnya penuh kasih, sabar, dan ikhlas (Tuhan tolong berikan malaikatku surga-Mu, kedua malaikatku -sungguh aku mencintai mereka). Hariku terasa berat (bukan, tetapi sangat berat), ketakutanku terus menghantui, pikiranku terus memikirkan kemungkinan yang ada. Tuhan, jujur aku sangat lelah.
Allah tidak membebani seseorang, melaikan sesuai dengan kesanggupannya. - QS. Al-Baqarah: 286
Senin, 28 Januari 2019 pukul sebelas malam - aku hancur, pahlawanku menyusul cinta sejatinya. Ayahku, meninggalkan kami selamanya bahkan sebelum Bundaku mengenal Ayahku lebih. Malaikatku hancur, cintanya meninggalkannya. Aku sakit, sakit melihat pahlawanku, cinta pertamaku meninggalkan kami, sakit melihat malaikatku hancur. Tapi, aku harus tegar, sebagaimana Ayah bertahan saat malaikatku pergi. Bertahan untuk tetap tenang, agar malaikatku dan adik manisku tidak semakin terpuruk. Meskipun hatiku sangat amat sakit, aku sangat terpuruk, malaikatku dan pahlawanku yang selalu kubanggakan dan ku elukan meninggalkan ku begitu cepat-tak pernah kubayangkan sebelumnya. Tapi, aku yakin, Tuhan memiliki rencana-Nya.
Semua orang berkata tentang bagaimana miripnya aku dan Ayahku, semua orang bercerita tentang bagaimana hebatnya malaikatku, semua orang berdoa untuk kami yang ditinggalkan, semua orang bercerita betapa mereka bangganya dengan orang tuaku, semua orang bercerita bagaimana bangganya malaikatku terhadap aku dan adikku, semua orang bercerita tentang kisah lalu mereka yang bahkan belum sempat aku denger darinya, semua teman orang tuaku, mengenalkan diri dan bercerita tentang kisah remajanya, semua orang bercerita tentang betapa besar kasih sayang mereka terhadapku yang bahkan tak pernah kubayangkan. Tuhan, kutitipkan mereka padamu, tolong sayangi mereka sebesar cinta mereka terhadapku (dan adik - adikku).
waktu berjalan begitu cepat, tanpa aku mampu menghentikan.
takdir Tuhan, jauh lebih sempurna, dibandingkan apa yang mampu manusia rencanakan.
cara Tuhan jauh lebih indah, dibandingkan dengan apa yang kita bayangkan.
kini, aku hanya berharap kehidupan yang bahagia bersama keluarga kecilku, bersama malaikatku, dan adik - adik manisku yang bahkan tanpa kusadari mulai dewasa. Aku bersyukur atas nikmat-Nya. Aku tidak pernah marah akan segala rencana-Nya (terimakasih untuk Ayah dan Ibu, aku sangat bersyukur kalian mendidikku seperti ini,
it helps me a lot)
karena Ia Maha Sempurna.
Untuk bundaku, terima kasih atas segala kekuatannya, dan untuk adik-adik manisku, terima kasih telah bertahan.
ps. mungkin tulisan ini akan tetap seperti ini atau akan di edit atau bahkan ku hapus.